PERGANTIAN PEMIMPIN

Ketika mendengar Allah berkata mengenai kematiannya, Musa tidak panik dan takut seperti raja Saul (1 Sam. 28:28), atau berdoa supaya diberikan hidup lebih lama seperti raja Hizkia (2 Raja 20:1-3) atau minta diizinkan untuk masuk ke dalam dan menginjak Tanah Perjanjian. Reaksi dan respon Musa berbeda, Musa berdoa untuk kesejahteraan Israel, bangsanya yang membuatnya sering sedih dan marah karena tidak taat.

Musa kemudian juga memperlihatkan kataatan dan penundukan dirinya kepada Allah atas bangsa Israel. Ketika Allah memilih Yosua, bujangnya untuk menjadi pemimpin atas bangsa Israel menggantikan dirinya. Musa tidak komplain atau melawan atas keputusan Allah tersebut. Bahkan Musa kemudian menumpangkan tangan atas Yosua dan melantiknya.

Proses pergantian kepemimpinan dari Musa ke Yosua berjalan dengan baik, tidak ada keberatan baik dari bangsa Israel maupun dari Musa. Sekalipun Yosua seorang pelayan, mereka menerimanya untuk menjadi pemimpin atau orang nomor satu.

Hal ini, berbeda sekali dengan pergantian pemimpin saat ini. Baik di dunia sekuler maupun di dalam kerohanian/gereja. Bahkan yang terjadi di dalam gereja pada saat pergantian kepemimpinan lebih mengerikan daripada dunia sekuler. Ada yang tidak mau melepaskan jabatannya walaupun periodenya sudah habis, ada juga yang hanya mau menyerahkan kepemimpinan hanya kepada keluarga atau kroni-kroninya saja.

SEHARUSNYA KITA LEBIH MENDAHULUKAN KEHENDAK TUHAN DARIPADA KEHENDAK PRIBADI ATAU GOLONGAN DALAM PERGANTIAN KEPEMIMPINAN

Sebagai umat tebusan Allah, seharusnya kita lebih mendahulukan kehendak Tuhan daripada kehendak pribadi atau golongan dalam pergantian kepemimpinan. Jangan ada intrik-intrik dan politik dalam mekanisme pergantian
kepemimpinan khususnya dalam gereja.

Tuhan memberkati.

DOA :
Terima kasih Tuhan untuk pesan Tuhan hari ini. Saya akan dukung pergantian pemimpin di sekuler maupun di gereja karena semua pemimpin berasal dari Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus, Amin.